Ingin Pulang



Bagi sesiapa yang melihatnya, itu mungkin hanya sebuah foto jelek. Bayangkan saja, background pagar kayu yang hampir lapuk yang terlihat lebih mendominasi, sedang objek utama berupa buah paria dan kacang panjang yang niatnya diperlihatkan malah tidak jelas terlihat jelas. Sepintas, lebih mirip ular yang menggantung di pohon rambat. Anehnya air mataku malah jatuh. 

Panas, begitulah rasanya pelupuk mataku di awal bulan Februari ini. Merayakan ulang tahun ketiga puluh dengan hati yang rasanya lusuh digulung rindu, kedua orang tuaku tak ingat ini adalah hari dimana mereka resmi punya anak ke - 4, resmi harus bertambah tanggung jawab dunia akhirat. Bahkan saat itu, aku pastikan Bapak pasti tau bahwa ia harus bekerja lebih keras dari biasanya. 

Dan sudah 2 minggu sejak tanggal 1 di bulan kedua di tahun 2021 ini berjalan, aku masih tak ingin produktif seperti biasa. Ku biarkan diriku mengikuti maunya terlebih dahulu, entah apa yang akan terjadi esok atau nanti, karena seminggu belakanganpun mimpi-mimpiku kian aneh. Aku tak ingin menerka bahwa ini pertanda, karena aku tau ini semua karena aku ingin pulang. 

Papi dan anak-anakku adalah rumah. Tapi begitu juga Mamah dan Bapakku, aku sering merasa tak pernah memberikan cukup waktu untuk keduanya, jangan bilang dari sisi harta itu sudah jelas aku belum mampu. Kalaupun suatu hari bisa, aku tau itu takkan membayar apapun, karena katanya mereka hanya minta waktuku. 

Malam ini, 16 Februari 2021 aku kembali teringat omongan Bapak kepadaku. ia berkata : 

" Orang tua ini menemani anak menuju kehidupan. Sedangkan anak, jika pun bisa menemani orang tua, itu adalah menuju akhir kehidupan " Bapak menyampaikan dengan sangat tenang, dan tentu dengan bahasa Sunda. Aku hanya diam, mulutku terkatup rapat. Di akhir waktu sebelum Bapak beranjak, aku hanya mampu lirih berkata maaf. 

Sekali lagi Bapak menatap, katanya tak apa. Bahwa melihat anak bahagia saja bagi orang tua sudah cukup membahagiakan. Aku tak tau apa benar demikian, karena aku baru saja menjelang 7 tahun menjadi orang tua, sedang Bapak dan Mamah sudah terlatih hampir 6 kali lipatnya. Yang jelas, setiap aku pamit pulang wajah keduanya sedih dan bahagia. Aku bisa menebak kenapa, sedih karena aku harus kembali ke rumah, bahagia karena aku tumbuh. 

Aku tak tahu waktuku sampai kapan bersama mereka, tiada yang tau juga. Tua bukan berarti dekat waktu dengan perpisahan, muda tak menjamin jauh dari akhir kehidupan. Semuanya misteri, termasuk banyak tanya di kepalaku malam ini, banyak sekali kenangan menggelayut di sana, menunggu pecah atau tertutup kabut masalah lain. 

Yang aku tau, ada hal-hal yang harus dituntaskan. Seperti pulang, menemui rumahku yang dulu sebelum memiliki rumah yang baru. Menemui rumahku yang dulu, sesekali aku ingin pulang.

Komentar

  1. Aku mewek inget bapak mama juga ya Alloh reminder bgt thanks mom

    BalasHapus

Posting Komentar